I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Materi yang menyusun tubuh
organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur terdapat
dalam senyawa kimia yang merupakan materi dasar makhluk
hidup dan tak hidup. Ada 40 unsur yang diperlukan bagi kehidupan,diantaranya
yang terpenting adalah karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), belerang(S),
oksigen (O), kalium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (Na),
silicon(Si), besi Fe), dan aluminium (Al). selain itu sebagian unsure unsur ini
tersimpandalam bentuk organic dalam tubuh makhluk hidup yang masih
hidup atau yang sudah mati.
Unsur-unsur tersebut
terus-menerus diambil oleh makhluk hidup dari lingkungan, tapi tidak akan
habis, karena setelah dimanfaatkan dalam tubuh, unsur-unsur itu akan
dikembalikan lagi ke lingkunganmelalui proses pernafasan, fotosintesis
pembusukan dan ekskresi. Semua unsur kimia (senyawa anorganik) ini mengadakan
sirkulasi dari alam ke organisasi dan kembali lagi ke alam, selanjutnya
masuk ke organisme lagi, demikian seterusnya sehingga membentuk suatu
daur/siklus yang berulang. Proses ini disebut Daur ataupun siklus Biogeokimia.
Daur biogeokimia juga melibatkan
reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik. Karena itu, daur ini disebut juga
daur organik dan daur biotik-abiotik. Daurbiokimia sangat diperlukan untuk
kelestarian makhluk hidup dan ekosistem, jika daur materi ini terganggu,
makhluk hidup akan mati dan ekosistem akan punah.
Siklus-siklus
tersebut antara lain: siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus
nitrogen, dan siklus fosfor.Untuk kelangsungan hidupnya, makhluk hidup
memerlukan zat-zat seperti air,oksigen, karbohidrat, nitrogen dan sebagainya.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis
membatasi masalah yang dibahas, yaitu mengenai definisi singkat siklus
bigeokimia, siklus air, siklus karbon,
siklus nitrogen, siklus oksigen, siklus belerang (sulfur), siklus fosfor. Pembatasan
masalah yang dilakukan oleh penulis, agar pokok masalah yang dibahas tidak
terlalu meluas sehingga makalah ini dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti.
1.3. Tujuan
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka makalah ini bertujuan untuk mengupas mengenai
Definisi singkat siklus bigeokimia, Siklus air, Siklus karbon, Siklus nitrogen,
Siklus oksigen, Siklus belerang (sulfur), Siklus fosfor. Dan diharapkan dengan
adanya penjelasan ini dapat menambah wawasan kita untuk menjaga lingkungan demi
kelangsungan hidup selanjutnya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Siklus
Biogeokimia
Konsep
siklus biogeokimia merupakan suatu konsep yang mengenali teori pengaruh energi
berbagai proses kompleks yang menggerakkan, mengubah bentuk dan menyimpan
bahan-kimia didalam geosphere, atmospir, hydrosphere, dan biosphere. Siklus
biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus unsur atau senyawa
kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dankembali lagi ke komponen
abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanyamelalui organisme, tetapi juga
melibatkan reaksireaksi kimia dalamlingkungan abiotik sehingga disebut siklus
biogeokimia.Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus
menerus,antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup.Dalam suatu
ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang.Materi berupa
unsur-unsur penyusun bahan organik tersebut didaur-ulang.Unsur-unsur tersebut
masuk ke dalam komponen biotik melalui udara,tanah, dan air. Daur ulang materi
tersebut melibatkan makhluk hidup danbatuan (geofisik) sehingga disebut
Daur Biogeokimia (Endang,2012).
Daur Biogeokimia Semua yang ada di
bumi baik makluk hidupmaupun benda mati tersusun oleh materi. Materi ini
tersusun oleh antaralain: karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N), Hidrogen (H),
Belerang atausulfur (S) dan Fosfor (P). Unsur-unsur kimia tersebut dimanfaatkan
olehprodusen untuk membentuk bahan organic dengan bantuan energi matahariatau
energi yang berasal dari reaksi kimia (Endang,2012).
Bahan organik yang dihasilkanadalah
sumber bagi organisme. Proses makan atau dimakan
pada rantaimakanan mengakibatkan aliran materi dari mata rantai yang
lain. Walaupun makluk dalam satu rantai makanan mati,
aliran materi masih tetap berlangsung terus. Karena mahluk
hidup yang mati tadi diuraikanoleh decomposer yang ahkirnya akan masuk lagi ke
rantai makanan berikutnya. Begitu selanjutnya terus-menerus sehingga
membentuk suatu aliran energi dan daur materi (Endang,2012).
2.2. Fungsi Siklus Biogeokimia
Fungsi
Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yangmengembalikan semua
unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen
biotik maupun komponen abiotik,sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat
terjaga dengan baik (Endang,2012).
2.3. Biological Pumping
Didalam
samudra terjadi suatu siklus dan banyak sekali karbon yang terdapat di
dalamnya. Dimana siklus tersebut merupakan siklus biologi yang di pengaruhi
oleh bahan organic dan fitoplankton sebagai pengurainya. Jadi, biological
pumping merupakan proses dimana CO2 mengalami fotosintesis ke bagian
dalam laut yang mengakibatkan penyimpanan karbon secara permanen atau sementara
dari zona eufotik ke laut interior. Terdapat 2 (Dua)
mekanisme penyerapan karbon di atmosfer diantaranya Physic Pumping dan
Biological Pumping. Proses terjadinya biological pumping pada awalnya matahari
menyinari laut dalam bentuk cahaya kemudian fitoplankton yang terdapat di dalam
air laut mengalami fotosintesis. Karbon
mencapai laut dalam dengan downwelling berupa partikel karbon organik dan
karbon anorganik seperti kalsium karbonat (CaCO3). Yang
pertama adalah komponen dari semua organisme, yang terakhir organisme yang
kulitnya keras, misalnya coccolithophores, foraminiferans atau pteropods. Dalam referensi untuk
berbagai penggunaan materi – materi dalam organisme, yang organik bagian karbon transportasi ini
dikenal sebagai pompa jaringan lunak, sementara anorganik karbon bagian ini dikenal
sebagai jaringan keras pompa. Fitoplankton memakan bakteri sehingga
menghasilkan agregat. Agregat tersebut dikonsumsi oleh herbifora yang kemudian
menghasilkan kotoran. Agregat tersebut didekomposisi oleh
bakteri atau dimakan lagi oleh hewan. Beberapa teroksidasi, melepaskan CO2, nitrat,
dan fosfat, dan daur ulang gizi ke dalam air yang dalam. Sisanya mengendap
menjadi sedimen; organik yang kaya karbon terkubur ribuan tahun yang lalu di
dalam zona Afotik dan pesisir yang merupakan sumber minyak dan gas lepas
pantai. Dalam fiksasi karbon, nutrisi yang terdapat dalam laut akan mengalami
terus-menerus namun air di permukaan tidak mengandung nutrisi lagi.Faktor yang
mempengaruhi CO2 di dalam laut yaitu antara lain: kecepatan angin,
tekanan parsial antar muka air laut, temperatur dan salinitas air laut. Jadi,
semakin dingin air laut maka semakin cepat daya larutnya sehingga daya serap
terhadap CO2 semakin cepat (Matear, RJ dan
AC Hirst. 1999)
Tanpa
mekanisme biological pumping, konsentrasi CO2 di atmosfer akan
jauh lebih tinggi karena atmosfer CO2 menangkap panas, suhu
permukaan bumi akan jauh lebih tinggi. “Jika tidak ada fitoplankton, pompa
biologis dan siklus lautan yang mengalami respirasi dari atas ke bawah dan
semua CO2 di dalam lautan tidak mengalami keseimbangan dengan
atmosfer-konsentrasi CO2 di atmosfer akan lebih dua kali lipat,
“kata MIT’s Chisholm. “karena Fitoplankton menjaga pompa biological ke bawah.”
(Matear, RJ dan AC Hirst. 1999)
Menurut
Surinati (2009). Faktor-faktor yang menghambat proses
pompa biological yaitu :
1.
Di samudra mengalami global warming ( pemanasan global ) peningkatan
fitoplankton di lintang rendah dengan meningkatnya suhu disebabkan karena zat
hara yang tidak mencukupi di dalam laut, sehingga mempengaruhi produksinya.
2.
Di samudra mengalami global warming ( pemanasan global ) peningkatan
fitoplankton di lintang tinggi disebabkan meningkatnya curah hujan sehingga
cahaya yang masuk ke dalam laut sedikit dan memungkinkan memproduksi yang baru.
3.
Perubahan suhu, stratifikasi dan kimia yang akan terjadi selama abad ini dan
masa depan akan menyebabkan perubahan dalam kelompok-kelompok fungsional
biogeografi. Di antaranya adalah produksi Diatom menuju Antartika di Samudra
Selatan akibat penurunan pasokan silikat; penurunan klasifikasi karena
penurunan CO 3 2 - konsentrasi ion
(misalnya, Kleypas, 1999); dan perubahan dalam N 2 yang
mengalami fiksasi akibat dari peningkatan stratifikasi dan modifikasi dalam
pasokan nutrisi dan suplai besi oleh debu.
4. Pemahaman
kita tentang kepekaan f-rasio temperatur bahwa pemanasan dapat menyebabkan
peningkatan efisiensi daur ulang nutrisi dalam zona euphotic (f-ratio/increased
penurunan produksi untuk pasokan nutrisi yang diberikan) di eutrophic dan
sistem mesotrophic (Hukum, 2000). Sebaliknya oligotrophic dapat terjadi di
daerah, di mana pemanasan dapat mengakibatkan peningkatan f-ratio.
Kabon
sebagai pompa biologis memainkan peran penting juga dalam siklus karbon Bumi,
upaya signifikan dihabiskan untuk mengukur kekuatannya. Namun, karena mereka
terjadi sebagai akibat interaksi ekologi buruk biasanya di zona Afotik,
proses-proses yang membentuk pompa biologis sangat sulit untuk diukur. Metode
ini dipakai untuk memperkirakan produksi primer dari nitrat dan amonium sebagai sumber nutrisi yang
tenggelam. Dari produksi nitrat dan amonium memungkinkan untuk mendapatkan yang
disebut f-rasio, proxy untuk kekuatan lokal
pompa biologis. Menerapkan hasil penelitian lokal untuk skala global rumit
karena sirkulasi laut terus berbutar di daerah laut yang berbeda. Sehingga
harus menggunakan penelitian secara global (Surinati, 2009).
Alan
mengutip data satelit dan hasil penelitian lapangan yang sudah memperhitungkan
faktor solubility pump maupun biological pump,
yang dilakukan Taro Takahashi, pakar geokimia laut di Observatorium Bumi di
University of Columbia, Amerika Serikat. Faktor yang pertama dihitung
menggunakan selisih tekanan parsial CO2 di udara dan air laut, sedangkan faktor
kedua memperhitungkan proses respirasi fitoplankton, rantai makanan,
dekomposisi, sampai proses upwellingdan larutnya karbon anorganik (Surinati, 2009).
Gambar : 1 Proses Biological Pumping
dalam perairan
(Sumber
Surinati,2009)
2.4 Stratifikasi lapisan Perairan
Perbedaan
kerapatan (berat jenis) air yang disebabkan perbedaan suhu dapat menghasilkan
stratifikasi (lapisan massa air) yang terjadi karena suhu permukaan lebih
tinggi dibanding dengan suhu air dibagian bawahnya. Hal ini akan mempengaruhi
pola sirkulasi air
(Anonim,2009).
Menurut Anonim (2009). Stratifikasi suhu pada kolom air dikelompokkan menjadi
tiga yaitu:
·
lapisan epilimnion yaitu lapisan sebelah atas perairan yang
hangat dengan penurunan suhu relatif kecil (dari 32° C menjadi 28° C).
·
Lapisan
kedua disebut dengan lapisan termoklin yaitu
lapisan tengah yang mempunyai penurunan suhu sangat tajam (dari 28° C menjadi
21° C).
·
Lapisan
ketiga disebut lapisan hipolimnion yaitu
lapisan paling bawah di mana pada lapisan ini perbedaan suhu sangat kecil
relatif konstan.
Stratifikasi suhu ini terjadi karena masuknya
panas dari cahaya matahari ke dalam kolom air yang mengakibatkan terjadinya
gradien suhu yang vertikal. Stratifikasi dapat terbentuk secara vertikal maupun
horizontal. Stratifikasi vertikal biasanya terjadi di daerah estuari (tempat
bertemunya air laut dan muara sungai) (Anonim,
2009).
Pada umumnya di samudra besar di dunia, mulai
kedalaman 1000m, suhu dan salinitas laut sudah seragam. Penurunan suhu
mengakibatkan peningkatan berat jenis sehingga stratifikasi suhu akan
menghasilkan stratifikasi berat jenis yang teratur. Penurunan salinitas
menghasilkan penurunan berat jenis. Sehingga stratifikasi salinitas justru akan
menimbulkan stratifikasi yang tidak stabil. Pada umumnya di lautan, efek dari
penurunan suhu lebih kuat dari efek penurunan salinitas sehingga laut
terstratifikasi lebih stabil (Anonim, 2009).
Proses-proses skala kecil yang beroperasi
membentuk dan mempertahankan stratifikasi adalah salt fingering yang dihasilkan
oleh difusi ganda dari panas dan garam; dan pecahnya gelombang internal akibat
kecepatan geser di sepanjang batas densitas (Anonim, 2009).
2.5 Macam-Macam Siklus Biogeokimia
2.5.1.
Siklus Air ( Hidrologi )
Gambar : 2 Siklus Air di alam
(Sumber : Google
Image )
Siklus hidrologi adalah sirkulasi
air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir
melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air
samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut
dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet),
hujan gerimis atau kabut (Aisyah,2007).
Menurut Aisyah (2007), pada
perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas
atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai
tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu
dalam tiga cara yang berbeda:
- transpirasi
– Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian
akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang
selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
- Infiltrasi
/ Perkolasi ke dalam tanah – Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah
dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat
aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
- Air
Permukaan – Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama
dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada
daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama
yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir
maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan
terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan
air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang
membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara
keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya
(Aisyah,2007).
2.5.2. Siklus Karbon
Gambar : 3 siklus karbon
diperairan
(Sumber : Google
Image )
Pada ekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer
berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan dengan air
membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion
bikarbonat.Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi
makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain.
Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, CO2 yang mereka
keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang
dengan jumlah C02 di
air (Anonim, 2011).
Karbon adalah bahan penyusun dasar
semua senyawa organik. Dalam siklus karbon, proses timbal
balik fotosintesis dan respirasi seluler. Tumbuhan mendapatkan
karbon, dalam bentuk C02 dari atmosfer melalui
proses fotosintesis yang nantinya akan digunakan oleh tumbuhan dan hewan untuk
berespirasi yang dapat menghasilkan O2. Hewan
dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di dalam
tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah
kadar C02 di
udara. Sejumlah karbon bisa dipindahkan dari siklus tersebut dalam waktu yang
lebih lama ketika karbon terakumulasi di dalam kayu dan bahan organik oleh
detritivora akhirnya didaur ulang karbon ke atmosfer sebagai C2. Hal
ini dapat sebagai kembalinya C02 ke atmosfer (Anonim,
2011).
2.5.3. Siklus Nitrogen di Perairan
Gambar 2.4 Siklus Nitrogen
di alam
(Sumber
: Google
Image)
Unsur nitrogen bersifat “inert”, artinya
tidak mudah digunakan begitu saja secara langsung oleh kebanyakan hewan maupun
tumbuhan. Sehingga nitrogen mempunyai aktivitas biologis yang sangat kecil. Gas
ini memasuki semua tubuh organisme, tetapi umumnya keluar lagi tanpa berperan
penting dalam proses hidup organisme tersebut. Nitrogen baru dapat dipergunakan
sebagai penyusun elemen-elemen tubuh organisme apabila sudah dalam keadaan
terikat (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Udara merupakan cadangan nitrogen utama
dalam siklus nitrogen. Dalam udara kadarnya sekitar 78 % dan sumber lainnya
berada di kulit bumi dan perairan. Nitrogen bukan hanya dihasilkan dari
atmosfir saja, namun juga dihasilkan dari kegiatan gunung merapi.
Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein
dan klorofil. Dalam ekosistem terdapat suatu daur antara organisme dan
lingkungan fisiknya (Fatkhur
Rohman,David, 2011).
Bentuk dan Sumber :
Nitrogen organik berasal dari
jaringan organisme yang sudah mati, kotoran zat sisa, dan sisa pakan yang
ditransformasi menjadi ammonia melalui proses dekomposisi/ mineralisasi oleh
bakteri pengurai proteolitik. Nitrogen memiliki beberapa bentuk yaitu ammonia
(NH3), nitrit (NO2-), nitrat(NO3-), amina(NH2), amonium(NH4+), dan nitrogen
diatomik (N2).
Sumber utama nitrogen (N2)
adalah udara, sedangkan organisme hidup memperoleh nitrogen dalam bentuk garam
nitrat kemudian diasimilasikan pada sitoplasma dalam bentuk protein sebagai
cadangan pangan. Di alam ini terdapat tiga gudang nitrogen yaitu udara, senyawa
anorganik (misalnya nitrat, nitrit, dan amoniak), dan senyawa anorganik adalah
gas N2 di udara (Fatkhur
Rohman,David, 2011).
Jenis-jenis N-anorganik yang utama
dalam air adalah ion nitrat (N03-) dan ion amonimum (NH4+). Hujan sangat
sedikit sebagai sumber N03- dan NH4+. Namun dalam kondisi tertentu masih
terdapat ion nitrit dan sebagian besar dari nitrogen terikat dalam nitrogen
organic (47,9%), yaitu bahan-bahan yang berprotein, juga terdapat dalam bahan
pencemar seperti asam sianida (HCN), asam etilen diamin tetra asetat (EDTA)
atau dalam bentuk asam nitrilotriasetat (NTA) (FatkhurRohman,David, 2011).
Di perairan laut, Nitrogen yang
terbanyak dalam bentuk N-molekuler (N2)
yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), tetapi tidak dalam
bentuk yang berguna bagi jasad hidup (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Transfer dan Fiksasi
Nitrogen :
Daur Nitrogen melibatkan semua
bagian biosfer. Daur Nitrogen merupakan suatu siklus yang sempurna, namun
kompleks. Dalam memproduksi nutrient bagi organisme perairan, maka diperlukan
transfer senyawa nitrogen. Nitrogen memasuki ekosistem dengan dua jalur
alamiah, yang keutamaan relatifnya sangat bervariasi dari satu ekosistem ke
ekosistem lain. Yang pertama, deposit pada atmosfer, merupakan
sekitar 5% sampai 10% dari nitrogen yang dapat digunakan, yang , memasuki
sebagian besar ekosistem. Dalam proses ini, NH4+ dan NO3-, ditambahkan melalui
kelarutannya dalam air hujan atau pengendapan debu-debu halus atau
butiran-butiran lainnya (Fatkhur Rohman, David, 2011).
Jalur lain masuknya nitrogen ke
ekosistem adalah melalui fiksasi nitrogen (nitrogen fixation).
Molekul nitrogen, N2,
sangat lembam. Untuk memecahkan molekul itu agar atom-atomnya dapat bergabung
dengan atom-atom lain diperlukan pemasukan sejumlah besar energy. Proses
berperan penting dalam fiksasi (pengikatan) nitrogen dalam biosfer, Salah satu
di antaranya ialah halilintar. Energi yang sangat besar dari halilintar
memecahkan molekul-molekul nitrogen dan memungkinkan bergabung dengan oksigen
dan hidrogen dalam udara. Nitrogen oksida terbentuk yang larut dalam hujan
membentuk kilat. Dalam bentuk ini senyawa ini terbawa ke bumi. Fiksasi nitrogen
ini diperkirakan sekitar 5-8% dari keseluruhannya (Fatkhur Rohman, David, 2011).
Keperluan pertanian yang semakin
meningkat telah menyebabkan produk nitrogen terfiksasi secara industry makin
meningkat pula. Sehingga supplyindustry yang merupakan ketergantungan dari
sector pertanian ini menjadi pemicu ketergangguan daur alam. Kegiatan manusia
telah meningkatkan aliran nitrogen global. Hal ini dapat terlihat pada danau
dan sungai karena pupuk nitrogen merembes dari tanah pertanian sekitarnya dan
menyuburkan algae (Fatkhur Rohman, David, 2011).
Hanya prokariota tertentu yang dapat
memfiksasi nitrogen, yakni mengubah N2 menjadi mineral yang dapat digunakan
untuk mensitesis senyawa organik bernitrogen seperti asam amino. Prokariota
merupakan mata rantai yang penting pada beberapa titik dalam siklus nitrogen.
Beberapa sinobakteri memfiksasi nitrogen dalam ekosistem akuatik. Organisme
yang memfiksasi nitrogen tentunya sedang memenuhi kebutuhan metaboliknya
sendiri. Tetapi kelebihan ammonia yang dibebaskan oleh organisme tersebut menjadi
tersedia bagi organisme lain (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Pengikatan nitrogen secara biologi
dapat dilakukan oleh bakteri nonsimbiotik, bakteri simbiotik, dan ganggang
hijau biru. Nitrat (NO3)
yang terdapat di tanah dan air pada umumnya terjadi karena pengikatan nitrogen
secara bilogi. Bakteri non simbiotik (bakteri bebas) yang berperan dalam
pengikatan nitrogen diantaranya, Azotobacter chroococcum, A. Beijerinckii,
A. Vinelandii, Derxia spp.,dan Aerobacter aerogenes. Sedangkan ganggang biru-
hijau yang berperan dalam pengikatan nitrogen secara biologi
adalah Nostoc dan Anabaena (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Bakteri simbiotik yang berperan
dalam pengikatan secara biologi adalah
genus Rhizobium diantaranya Rhizobium trifolii, Rhizobium
meliloti, Rhizobium leguminosarum, Rhizobium lupine dan Rhizobium
speciosa. Bakteri pengikat nitrogen tersebut hidup bersimbiosis dengan akar
tumbuhan polong- polongan membentuk bintil akar (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Mikroorganisme tertentu lainnya
dapat mengikat nitrogen atmosfer. Sebenarnya kemampuan mengikat nitrogen
ternyata merupakan kemampuan prokariota semata-mata. Beberapa aktinomisites
hidup bergabung dengan tumbuhan selain legum. Beberapa organisme foto-ototrof
dapat mengikat nitrogen, tetapi organisme ini terbatas pada lingkungan bentik
anaerobik, sehingga hanya ditemui di estuari (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Meskipun sudah banyak penelitian
dilakukan, masih belum jelas bagaimana pengikat nitrogen mampu mengatasi
penghalang energy tinggi yang terlibat dalam proses itu. Pengikat-pengikat itu
memerlukan suatu enzim, yang dinamakan nitrogenase, dan pemakaian ATP yang
sangat besar. Walaupun produk pertama yang stabil tersebut adalah ammonia, zat
ini dengan cepat bergabung dengan protein dan senyawa organic lain yang
mengandung nitrogen. Fiksasi nitrogen menuju kepada penggabungan nitrogen dengan
protein tumbuhan dan protein mikroba. Tumbuhan yang tidak mempunyai keuntungan
dari gabungan pengikatan nitrogen membuat proteinnya dari tanah (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Pembusukan :
Protein
yang dibuat oleh tumbuhan masuk melalui jarring-jaring makanan. Pada setiap
tingkatan trofik terdapat kehilangan yang kembali ke sekitarnya, terutama dalam
ekskresi. Yang terakhir mengambil keuntungan dari senyawa nitrogen organic
ialah mikroorganisme pembusuk. Melalui kegiatan molekul-molekul yang mengandung
nitrogen organic dalam ekskresi dan bangkai itu dirombak menjadi ammonia (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Nitrifikasi :
Nitrat (N03-) yang telah
diadsorbsi oleh akar tanaman, selanjutnya nitrogen akan disintesis menjadi
protein tanaman, kemudian herbivora yang makan tumbuhan akan mengubah tumbuhan
tersebut menjadi protein hewani. Tumbuhan dan hewan yang telah mati akan
terdekomposisi, sehingga protein nabati dan protein hewani diuraikan menjadi
ammonia dan asam amino. Demikian pula kotoran-kotoran organism tersebut akan
diuraikan menjadi ammonia dan asam amino (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Penguraian protein pada bahan
organic yang terdekomposisi menjadi asam amino dan ammonia ini
disebut amonifikasi. Reaksi ini menyebabkan paling tidak sebagian besar
tanah menjadi sedikit bersifat asam, dan NH3 yang dibebaskan ke
dalam tanah akan menangkap sebuah ion hydrogen (H+) untuk membentuk
ammonium, NH4+ , yang dapat digunakan langsung oleh tumbuhan. NH3 adalah gas sehingga
dapat menguap kembali ke atmosfer dari tanah yang mempunyai pH mendekati 7 . NH3 yang hilang dari tanah
ini kemudian dapat membentuk NH4+
di atmosfer. Sebagai akibatnya, konsentrasi NH4+ dalam curah hujan
berkorelasi dengan pH tanah dalam kisaran wilayah yang luas (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Amonia di perairan adalah pemecahan
nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di
dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh
mikroba dan jamur. Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Sumber amonia adalah reduksi gas
nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan
domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi
tanah. Amonia membentuk senyawa kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga
dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di
dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses
volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat dengan
semakin meningkatnya pH (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Ikan tidak bisa bertoleransi
terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses
pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi.
Pada budidaya intensif, yang padat penebaran tinggi dan pemberian pakan sangat
intensif, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat cepat (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Amonia (NH3) dapat secara langsung
diambil oleh tumbuhan melalui akar dan melalui daun-daunnya. Namun demikian
sebagian besar ammonium dalam tanah digunakan oleh bakteri anaerob tertentu
sebagai sumber energi, bakteri detrifor; aktivitas mengoksidasi ammonium
menjadi nitrit (N02-), dan kemudian menjadi nitrat (NO3-), suatu
proses yang disebut nitrifikasi, yakni suatu proses oksidasi ensimatik
yang dilakukan oleh sekelompok jasad renik/bakteri (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Bakteri autotrofi (bakteri
nitrifikasi) dapat menggunakan N-anorganik untuk
melakukan nitrifikasi, seperti
genera bakteri Nitosomonos, Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan Nitrosolobus. Jenis
bakteri nitrifikasi yang terdapat pada air tawar, misalnya Nitrosomonas, Nitrobacter serta Nitrosococcus,
Nitrococcus, Nitrospira Nitrosolobus merupakan bakteri nitrifikasi laut (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Pada proses tahap pertama reaksi
berlangsung dari ammonium ke nitrit yang melibatkan bakteri Nitrosomonos dan Nitrosococcus yang
merupakandengan persamaan reaksisebagai berikut:
NH4 + 3/2
O2 NO2
+ H2O + 2 H E = - 65 kcal
Di perairan, nitrit ditemukan dalam
jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat
tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Sumber nitrit dapat berupa limbah
industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif karena segera
dioksidasi menjadi nitrat (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Bakteri Nitrobacter dan Nitrococcus sp yang melakukan
oksidasi dari nitrat ke nitric dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NO2 + ½ O2 NO3 + E = - 18 kcal.
Reaksi
nitrifikasi seperti di atas dapat berlangsung jika adanya oksigen. Proses
oksidasi dari NO2
ke nitrit umumnya lebih cepat dari pada proses oksidasi dari NH4 ke nitrit, dan nitrit
ini terakumulasi di lingkungan (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Nitrat yang telah diproduksi dapat
diserap oleh tumbuhan untuk keperluan sintetis protein melalui proses
metabolisme. Kemudian tumbuhan menjadi makanan berbagai jenis hewan. Tumbuhan
dan hewan mengalami proses dekomposisi melalui kegiatan jasad renik yang
melepaskan hasil dekomposisi itu ke dalam lingkungannya, antara lain ammonium (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Langkah dari protein ke nitrat
menghasilkan energy bagi organism pengurai. Langkah sebaliknya dari nitrat ke
protein memerlukan energy dari sumber lain, seperti dari bahan organic atau
cahaya matahari. Sebagian nitrat yang berasal dari fiksasi dan dekomposisi itu
dilarutkan air tanah dan dipindahkan atau diekspor ke ekosistem lain, atau
dapat pula “hilang” menjadi endapan (Fatkhur Rohman,David, 2011).
Denitrifikasi
:
Denitrifikasi
merupakan pengubahan nitrat menjadi gas nitrogen , dengan demikian mengisi
kembali atmosfer. Proses ini melibatkan peran beberapa bakteri antara lain
Bacillus cereus, Bacillus licheniformis, Pseudomonas denitrificants,
Thiobacillus denitrificants, Micrococcus, dan Achromabacter. Bakteri
ini hidup jauh di dalam tanah dan dalam sedimen air yang jumlah oksigennya
sangt terbatas. Bakteri tersebut menggunakan nitrat sebagai suatu alternative
terhadap oksigen untuk akseptor terakhir dalam respirasinya. Dengan demikian
bakteri tersebut menutup daur nitrogen. Aktivitas bakteri tersebut sama
cepatnya dengan efisiensi yang terus meningkat dalam memajukan fiksasi nitrogen
masih harus diselidiki (Fatkhur Rohman,David, 2011).
2.5.4. Siklus Fosfor
Gambar 2.5 Siklus fosfor di
alam
(Sumber : Google
Image )
Siklus fosfor lebih sederhana
dibandingkan dengan siklus karbon atau siklus nitrogen. Siklus fosfor tidak
meliputi pergerakan melalui atmosfer, karena tidak ada gas yang mengandung
fosfor secara signifikan. Selain itu, fosfor hanya ditemukan dalam satu bentuk
fosfat (P043-)
anorganik (pada air dan tanah) dan yang diserap oleh tumbuhan dan digunakan
untuk sintesis organik. Pelapukan bebatuan secara perlahan-lahan menambah
fosfat ke dalam tanah (Ridwan,2008).
Setelah produsen menggabungkan
fosfor ke dalam molekul biologis, fosfor dipindahkan ke konsumen dalam bentuk
organic. Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan
oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat
anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan
mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu
karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat
anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan
diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Dengan
demikian, sebagian besar fosfat bersiklus ulang secara lokal di antara tanah,
tumbuhan, dan konsumen atas dasar skala waktu ekologis (Ridwan, 2008).
2.5.5. Siklus Oksigen
Gambar 2.6 Siklus oksigen di
alam
(Sumber : Google
Image)
Oksigen dalam air dikenal sebagai
oksigen terlarut atau DO. Di alam, oksigen memasuki air ketika air berjalan di
atas bebatuan dan menciptakan jumlah besar luas permukaan. Luas permukaan yang
tinggi memungkinkan oksigen untuk mentransfer dari udara ke dalam air sangat
cepat (Anonim, 2012).
Ketika air di sungai memasuki kolam,
mikroorganisme dalam kolam mulai memetabolisme (memecah) bahan organik,
mengkonsumsi oksigen dalam proses. Ini adalah bentuk lain dari siklus oksigen -
oksigen memasuki air di jeram dan daun air di kolam renang (Anonim, 2012).
Oksigen serapan adalah tingkat di
mana oksigen dikonsumsi oleh organisme yang hidup di air. Karena organisme
selalu menggunakan oksigen dalam air dan oksigen terus memasuki kembali air
dari udara, jumlah oksigen dalam air tetap relatif konstan. Dalam ekosistem
yang sehat, tingkat transfer oksigen (yang digunakan) dan pengambilan oksige yang
seimbang di dalam air. Oksigen merupakan unsur yang vital bagi kehidupan di
bumi ini. siklus ini berkaitan erat dengan siklus unsur lainnya, terutama
dengan siklus karbon. Unsur oksigen menjadi yang terikat secara kimia melalui
berbagai proses yang menghasilkan energi, terutama pada perubahan dan proses
metabolik dalam organisme. Oksigen dilepaskan dari reaksi fotosintesis. Unsur
ini secara cepat bersenyawa membentuk oksida-oksida, seperti dengan karbon
dalam respirasi aerobik atau dengan karbon dan hidrogen dalam perubahan bahan
bakar fosil seperti dengan metana (Anonim, 2012).
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
Suatu aspek yang sangat penting dari
siklus di stratosfer, yaitu proses pembentukan ozon. Ozon membentuk lapisan
tipis di stratosfer yang berfungsi sebagai filter dari radiasi ultraviolet,
dengan demikian dapat menjaga kehidupan di bumi dari kerusakan/kehancuran yang
disebabkan oleh radiasi ini (Anonim, 2012).
Siklus oksigen disempurnakan atau
diakhiri ketika unsur oksigen masuk kembali ke atmosfer dalam bentuk gas. Hanya
satu cara yang signifikan dima yaitu melalui fotosintesis yang dilakukan
tumbuhan. Siklus hydrogen tidak dibuat tersendiri karena di alam ini hydrogen
paling banyak terlihat dalam bentuk senyawa air, H2O (Anonim, 2012).
2.5.6. Siklus Sulfur
Gambar 2.7 Siklus sulfur di alam
(Sumber : Google
Image)
Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat
anorganik. Sulfur direduksi oleh bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang
terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida
ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan dan pada umumnya dihasilkan
dari penguraian bahan organik yang mati. Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk
sulfat (SO4). Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan,
lalu semua mahluk hidup mati dan akan diuraikan komponen organiknya oleh
bakteri. Beberapa jenis bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain
Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam
bentuk hidrogen sulfida (H2S).
Kemudian H2S
digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan melepaskan sulfur
dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti
Thiobacillus (Anonim, 2012).
III.
KESIMPULAN
Siklus
biogeokimia merupakan suatu konsep yang mengenali teori
pengaruh energi berbagai proses kompleks yang menggerakkan, mengubah bentuk dan
menyimpan bahan-kimia didalam geosphere, atmospir, hydrosphere, dan biosphere. Siklus
biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus unsur atau senyawa
kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dankembali lagi ke komponen
abiotik. Siklus biogeokimia yang
terrjadi pada perairan antara lain adalah siklus karbon, siklus nitrogen,
siklus fosfor, sklus oksigen, dan siklus sulfur .
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2007. Aliran
Energi. idkf.bogor.net/yuesbi/e- DU.KU/.../Aliran.Energi/materi07.html bebas.vlsm.orgaisyah47.wordpre ss.comaldonv.blogspot.com im-learningsekolah.blogspot.com.
Diakses tanggal 17 Desember 2012
Anonim. 2012. Nutrients. Nutrients%20(Department%20of%20Environment%20and%20Heritage %20Protection).html. Diakses tanggal 17 Desember 2012
Endang.
2012. Daur Biogeokimia. http://endangjegoz.wordpress.com/author/endangjegoz/.
Diakses tanggal 12 Desember 2012
Fatkhur
Rohman,David. 2011.OceanCurrent..http://blog.ub.ac.id/davidfatkhurro hman/. Diakses tanggal 17 Desember 2012.
Google
Image. 2012. Picture. Diakses tanggal
16 Desember 2012
Matear, RJ dan AC Hirst. 1999. Climate change
feedback on the future oceanic CO 2 uptake, Tellus,
51B, 722-733. Perubahan
iklim umpan balik pada masa depan
penyerapan CO 2 samudera, Tellus, 51B, 722-733.
R,kasijan.2007.Biologi Laut cetakan ketiga.Jakarta:Djambatan.
Ridwan.2008.Daur Biogeokimia. 2008. http://gurungeblog.wordpress.com/2008/ 11/17/daur- biogeokimia/.
Diakses tanggal 16
Desember 2012
Surinati
Dewi, 2009, ”Upwelling Dan Efeknya Terhadap Perairan” LAUT. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/344093542.pdf.
Diakses
tanggal 12
Desember 2012