BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah keracunan makanan digunakan secara luas
oleh masyarakat untuk semua penyakit yang diakibatkan oleh pemasukan makanan
yang mengandung toksin. Dalam bahan makanan, suatu zat dapat dinyatakan sebagai
racun (toksin) jika efek yang ditimbulkan dari zat tersebut dapat merusak
sistem kerja metabolisme tubuh. Dari sekian banyak bahan makanan yang tersedia
di alam, jamur merupakan salah satu bahan pangan yang berpotensi menimbulkan
racun namun tidak jarang pula banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Jamur (fungi) adalah kelompok besar jasad hidup
yang termasuk ke dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Struktur tubuhnya bervariasi
mulai dari yang sederhana/uniseluler (contohnya khamir),
sampai dengan bentuk lengkap/multiseluler (contohnya jamur kayu) dengan dinding
sel dari selulosa atau khitin. Jamur memiliki inti (eukariot), berspora, namun
tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil). Dewasa ini banyak masyarakat
mengonsumsi jamur karena alih fungsinya sebagai bahan makanan alternatif pengganti
daging. Selain karena memiliki cita rasa yang tinggi, orang mengonsumsi jamur
juga karena pertimbangan kesehatan. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila
jamur sering digunakan para vegetarian untuk menggantikan menu daging mereka.
Jamur merang (Volvariella), jamur
kuping (Auricularia), shitake (Lentinus), dan jamur tiram putih (Pleuterotus) merupakan jenis-jenis jamur
pangan yang kini sering dikonsumsi oleh masyarakat. Di sisi lain, jamur dapat
pula menjadi penyebab penyakit kerusakan pangan atau yang lebih dikenal dengan
istilah keracunan.
Dalam beberapa dekade
terakhir ini sering kita jumpai kasus keracunan makanan yang diakibatkan oleh
jamur beracun. Jamur beracun merupakan golongan jamur dengan kandungan
senyawa-senyawa kimia berbahaya yang berpotensi menimbulkan efek toksik bagi
kesehatan. Pada kenyataannya sangat sukar untuk membedakan jenis jamur beracun
(membahayakan) dan tidak. Meskipun demikian, ada beberapa ketentuan yang sejauh
ini dapat dijadikan pegangan untuk menentukan jenis jamur beracun atau tidak.
Umumnya jenis jamur beracun mempunyai ciri-ciri seperti memiliki warna yang
agak mencolok misalnya merah darah, hitam, cokelat, hijau tua, biru tua dan
sejenisnya (perkecualian untuk jamur kuping dengan payung berwarna coklat yang
dapat dimakan); memiliki cincin atau cawan pada tangkainya dengan bentuk
seperti payung putih kekuningan, misalnya jenis Amanita muscaria (perkecualian
untuk jamur merang, walaupun memiliki cincin namun tetap bisa dimakan); jamur
beracun tumbuh pada tempat yang kotor (misalnya tempat pembuangan sampah dan
pada kotoran hewan), serta memiliki bau busuk karena mengandung senyawa sulfida
atau sianida sehingga jarang dihinggapi serangga atau binatang kecil lainnya.
Jika jenis jamur ini dilekatkan pada benda yang terbuat dari perak asli maka
pada permukaan benda tersebut akan timbul warna hitam (karena sulfida) atau
kebiruan (karena sianida). Selain itu, jenis jamur beracun jika dimasak atau
dipepes bersama nasi putih maka nasi tersebut akan berubah warna menjadi coklat,
kuning, merah, atau hitam.
Ada banyak jenis-jenis
jamur beracun, diantaranya Amanita
phalloides, Virosa dan Verna; Gyromitra (Helvella) esculenta;
Boletus satanas, Russula emetica, Lactarius
torminosus (jamur setan/giftreizker); jenis Inocybe; Amanita muscaria, dan Amanita
pantherina (jamur lalat dan jamur macan tutul) (Anonim, 2007).
Dari sekian banyaknya
jenis jamur beracun, jamur Amanita
phalloides merupakan spesies jamur beracun paling berbahaya karena dapat
menyebabkan kematian apabila dikonsumsi oleh masyarakat. Jamur ini mengandung
amanitin (amatoksin) dan phalloidin (falotoksin) sebagai senyawa-senyawa kimia
berbahaya yang dapat menimbulkan efek toksik bagi kesehatan. Karena itu dengan
mengenal aspek biologis jamur beracun ini lebih jauh seperti mengetahui ciri,
kandungan senyawa racun, serta efek toksik yang ditimbulkan, maka pencegahan
dan pengobatan akibat keracunan jamur Amanita
phalloides dapat dilakukan sedini mungkin.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah jamur Amanita phalloides?
b. Bagaimanakah efek senyawa racun pada jamur Amanita
phalloides?
c. Bagaimanakah cara penanggulangan keracunan jamur
Amanita phalloides?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui jamur Amanita phalloides
b. Untuk mengetahui efek senyawa racun pada jamur
Amanita phalloides
c. Untuk mengetahui cara penanggulangan keracunan
jamur Amanita phalloides
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jamur Amanita phalloides
Menurut
Gandjar,et al., (2006), jamur
atau fungi adalah sel eukariotik tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai hifa,
memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof, menyerap
nutrien melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzym-enzym ekstraselular
ke lingkungan melalui spora, melakukan reproduksi seksual dan aseksual. Fungi
makroskopik yang memiliki tubuh buah besar, dikenal sebagai makrofungi.
Penemuan mikroskop telah mengungkap lebih banyak dari bagian-bagian yang semula
tidak terlihat sama sekali, akan tetapi merupakan bagian penting dari
makrofungi tersebut.
Jamur Amanita phalloides dikenal pula sebagai payung maut (Death Cap).
Dari sekian banyaknya jenis jamur beracun, Amanita
phalloides merupakan spesies jamur paling berbahaya karena kematian
biasanya terjadi setelah mengonsumsi jamur ini. Masyarakat awam sering sering
mengira jamur ini dengan champignon (jamur agaricus). Secara morfologi, jamur Amanita phalloides termasuk organisme
heterotrof karena tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil) untuk melakukan
proses fotosintesis. Tubuh buah seperti payung dengan tudung berwarna merah,
coklat muda, coklat tua sampai kuning dengan bintik-bintik putih. Dapat hidup
sebagai saprofit atau parasit. Menurut Ainsworth (1973), jamur beracun ini
dicirikan sebagai tumbuhan talus dengan struktur tubuh uniseluler atau
berfilamen, bersifat amotil (dengan pengaliran sitoplasma melalui miselium),
dinding sel mengandung kitin dan selulosa, serta memiliki inti sel (eukariot).
Pada umumnya dapat berkembang biak secara seksual (generatif) maupun aseksual
(vegetatif). Cara reproduksi jamur Amanita
phalloides secara aseksual akan menghasilkan spora dengan sporokarpa
makroskopik maupun mikroskopik. Habitatnya tumbuh liar di hutan, tegalan,
pekarangan, serta dapat ditemukan pula di antara jatuhan daun atau pada tanah
humus.
Terdapat jaringan yang mirip insang pada
hymeniumnya, payung membentuk flat atau convex tipe bercincin dan ber volva,
spora berwarna putih, biasanya payung berwarna coklat, spesies ini kini
diketahui mengandung dua kelompok utama racun, baik multicyclic (berbentuk
cincin) peptida, jamur menyebar ke seluruh jaringan:yang amatoxins dan
phallotoxins.. Toksin lain adalah phallolysin, yang telah menunjukkan beberapa
hemolitik (sel darah merah-menghancurkan) aktivitas in vitro.
Klasifikasi Jamur Amanita phalloides:
Kingdom :Fungi
Division :Basidiomycota
Class :Agaricomycetes
Subclass :Agaricomycetidae
Order :Agaricales
Family :Amanitaceae
Genus :Amanita
Species :A.Phalloides
Gb. A. Phalloides (Anonim, 2012)
2.2 Senyawa Racun Jamur Amanita phalloides
Karena
efek toksiknya yang sangat berbahaya, maka sejak abad ke-19 para ahli kimia
telah melakukan penelitian terhadap kandungan senyawa kimia pada jamur Amanita phalloides yang berpotensi
sebagai racun. Pada tahun 1891, R. Kobert menemukan senyawa kimia yang beliau
namakan phallin. Walaupun bersifat haemolitik namun senyawa kimia ini tidak
memiliki efek toksik. Kemudian Lynen, F. dan U. Wieland (1938) menemukan
phalloidin sebagai racun utama pada jamur Amanita
phalloides. Dan pada tahun 1941, amanitin ditemukan oleh Wieland, H dan R.
Hallermayer sebagai senyawa berikutnya yang bersifat sebagai racun.
Phalloidin
merupakan salah satu kelompok racun death cap (Amanita phalloides) yang sering
dikenal pula sebagai phallotoxin. Berupa rantai bisiklik heptapeptide dan
terikat secara khusus pada interfase subunit F-actin. Oleh sebab itu, ikatan
phalloidin lebih kuat pada actin filament (F-actin) daripada pada actin
monomer. Secara stokiometrik, phalloidin bereaksi dengan actin dan berfungsi
menstabilkan polimer-polimer actin (khususnya struktur F-actin). Ikatan
polimerisasi pada struktur actin filament (F-actin) distabilkan dengan cara
mengurangi tingkat konstan untuk peruraian subunit actin monomer.
Seperti halnya phalloidin, amanitin
merupakan jenis racun yang paling mematikan dari semua amatoxin. Racun ini
ditemukan di dalam beberapa anggota jenis jamur Amanita, salah satunya adalah
Death cap (Amanita phalloides) sebagaimana disebut malaikat penghancur. Amanitin
ditemukan pula dalam jamur Galerina autumnalis dan Conocybe filaris. LD
amanitin sekitar 0.1 mg/kg. Amanitin berupa siklik nonribosomal peptide dari
delapan amino acids dan terikat kuat pada enzim RNA polymerase II (Anonim,
2007).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Jamur Amanita phalloides
Amanita phalloides umumnya
dikenal sebagai tutup kematian, adalah jamur beracun yang mematikan
basidiomycete, salah satu dari banyak di Amanita genus. Tersebar luas di Eropa,
A. phalloides membentuk ectomycorrhizas dengan pohon-pohon broadleaved
berbagai. Dalam beberapa kasus, topi kematian telah diperkenalkan ke daerah
baru dengan budidaya non-pribumi spesies oak, kastanye, dan pinus. Para tubuh
buah besar (jamur) muncul di musim panas dan musim gugur, topi umumnya kehijauan,
dengan stipe putih dan insang.
Kebetulan, jamur ini beracun menyerupai spesies
yang dapat dimakan beberapa (terutama jamur caesar dan jamur jerami) yang biasa
dikonsumsi oleh manusia, meningkatkan risiko terjadinya keracunan. A.
phalloides merupakan salah satu yang paling beracun dari semua jamur payung
dikenal. Ia telah terlibat dalam sebagian besar kematian manusia dari keracunan
jamur, [1] mungkin termasuk kematian Kaisar Romawi Claudius dan Kaisar Romawi
Suci Charles VI. Ini telah menjadi subyek banyak penelitian, dan banyak dari
agen biologis aktif telah diisolasi. Konstituen beracun utama adalah
α-amanitin, yang merusak hati dan ginjal, sering fatal.
3.2 Efek Senyawa Racun Jamur Amanita phalloides
3.2.1.
Mekanisme Kerja racun
Phalloidin
(Falotoksin) merupakan heptapeptida yang termostabil. Phalloidin bekerja
hepatotoksik kuat jika digunakan secara parenteral. Di dalam sel, fungsi
phalloidin berbeda-beda tergantung konsentrasinya dalam sel. Menurut Wehland,
pada konsentrasi yang lebih besar phalloidin akan mengurangi kontraksi sel.
Sedangkan pada konsentrasi rendah, phalloidin menerima sedikit bentuk-bentuk
polymerized cytoplasmic actin seperti bentuk filamen. Secara umum, phalloidin
bekerja menstabilkan actin filament (F-actin) melalui pencegahan depolimerisasi
filamen dan mencegah aktivitas ATP hydrolysis dari F-actin.
Phalloidin
tidak menyerap sel-sel membran, membuatnya menjadi kurang efektif dalam
eksperimen dengan sel-sel yang hidup. Sel-sel yang berikatan dengan racun ini
secara bertahap akan mati. Namun sehubungan dengan membran plasma mereka,
sel-sel yang dipengaruhi oleh toksin phalloidin akan memiliki tingkat actin
yang lebih besar. Seperti halnya microinjection phalloidin kedalam sel-sel
hidup akan mengubah penyaluran actin seperti pada sel-sel yang telah mati.
Amanitin
(Amatoksin) merupakan oktapeptida yang juga termostabil. Mekanisme kerja dari
amanitin yaitu dengan menghambat RNA-polimerase yang tergantung pada DNA.
Akibatnya sintesis asam nukleat di inti sel serta sintesis protein akan ikut
terhambat pula. Kerusakan terbesar akibat toksin ini terjadi pada organ hati
dan ginjal. Selain mekanismenya menghambat RNA polymerase II, amanitin juga
bisa digunakan sebagai penentu tipe RNA polymerase. Hal ini dilakukan melalui
tes sesnsitivitas pada polimerase dengan ketentuan sebagai berikut: amanitin.
RNA polimerase I tidak sensitif, amanitin RNA polimerase II sangat sensitif,
dan amanitin.RNA sedikit sensitif (Anonim, 2007).
3.3
Gejala dan Efek Keracunan Jamur Amanita phalloides
A.
Studi Toksisitas Phalloidin:
Gejala
akibat keracunan phalloidin baru akan terjadi setelah periode laten yang cukup
lama yaitu sekitar 8-24 jam. Muntahnya penderita keracunan menandakan jika
gejala baru terjadi. Setelah itu diikuti terjadinya gangguan pada saluran pencernaan.
Yang bersangkutan akan merasa sangat sakit dan terjadi diare hebat. Akibatnya
akan banyak air dan elektrolit yang hilang dalam tubuh sehingga akan terjadi
kegagalan sirkulasi.
Efek
toksik dari racun ini yaitu terjadi kerusakan pada organ ginjal dan hati.
Kerusakan ginjal menyebabkan berkurangnya produksi air kemih atau bahkan tidak
ada sama sekali. Sedangkan kerusakan hati mengakibatkan sakit kuning yang
biasanya muncul dalam kurun waktu 2-3 hari. Kadang-kadang gejala akan hilang
dengan sendirinya, tetapi hampir 50% penderita akan meninggal dalam 5-8 hari.

Gb. Phalloidin (
Keracunan yang disebabkan amatoxins
memiliki karakteristik dengan periode laten yang panjang 6 – 24 jam dimana
selama itu korban tidak menunjukkan tanda-tanda keracunan. Gejala keracunan
terdiri dari empat fase:
a. Fase laten/tidak menunjukkan gejala (<24 12="12" biasanya="biasanya" dan="dan" jam="jam" o:p="o:p">24>
setelah tertelan)
b. Fase gastrointestinal (6 – 24 jam setelah tertelan) : rasa nyeri
perut,
muntah, diare yang berair, hypovolemia, gangguan elektrolit, gangguan
asam basa, penurunan masa protrombin.
c. Period of well-being (24 – 48 jam setelah tertelan) : fungsi
hati dan ginjal
menurun.
d. Fase hepatik (3 – 5 hari setelah tertelan) : peningkatan LFT/Liver
Function Test (gangguan fungsi hati), gagal hati akut dan ginjal akut.
B.
Studi Toksisitas Amanitin:
Diare
dan kejang merupakan gejala-gejala pertama akibat keracunan amanitin. Penundaan
pengobatan terhadap gejala-gejala ini akan membuatnya lebih sulit untuk
didiagnosa yang nantinya dapat berakibat fatal.
Beberapa
efek toksik (dampak) dari racun ini akan terlihat dalam kurun waktu 10 jam. Hal
ini merupakan hal yang biasa untuk beberapa dampak yang akan terjadi dalam
kurun waktu 24 jam setelah berada dalam proses pencernaan. Setelah itu, perut
akan terasa terpompa dan timbul rasa sakit yang luar biasa. Pada hari keempat
dan kelima, amanitin akan mulai memperlihatkan dampak yang parah pada hati dan
ginjal, yang mengarah pada rusaknya sistem total kedua organ tubuh ini. Racun
ini secara efektif dapat menyebabkan cytolysis hepatocytes (sel-sel hati).
Biasanya orang-orang yang terkena racun ini akan mati dalam waktu sekitar
seminggu dari saat proses pencernaannya. Studi lain menyatakan sekitar 15% dari
yang terkena racun ini akan mati dalam waktu 10 hari melewati tahap keadaan tak
sadarkan diri sampai ke keadaan gagal ginjal, gagal hati, koma hepatic, gagal
saluran pernafasan dan mati. Orang-orang yang sembuh akan memiliki resiko
kerusakan hati yang permanen (Anonim, 2007).

Gb. α-amanitin (Anonim, 2012)
3.1.3 Cara
Pengobatan Keracunan Jamur Amanita
phalloides
Secara umum, cara
pengobatan pada kasus keracunan jamur Amanita phalloides meliputi:
1. Pengosongan lambung
Karena sisa-sisa racun jamur akan ada dalam
lambung dalam jangka waktu yang cukup lama, maka pasien dianjurkan pula untuk
melakukan pengosongan lambung dengan cara pembilasan atau memuntahkan isi
lambung sehingga racun yang masuk ke dalam organisme dapat dihilangkan.
2. Pemberian karbon aktif
Setelah pembilasan lambung, lebih baik diberikan
adsorbensia dan laksansia garam jika diduga sebagian racun sudah masuk ke usus.
Biasanya pemberian adsorbensia, terutama karbon aktif, akan lebih baik dan
tidak terlalu berbahaya.
3. Hemoperfusi untuk melakukan detoksifikasi
Pada hemopermusi, darah dilewatkan melalui
adsorbensia yang dirancang khusus seperti harsa polistiren dan arang.
4. Hemodialisis pada kegagalan ginjal aku
Pada sisitem ini, ginjal buatan mendialisis darah
di luar tubuh pada membran yang amat luas permukaannya yang dibilas dengan
cairan dialisis.
5. Pengaturan kesetimbangan air dan elektrolit
Dengan kontrol secara terus menerus pada
kesetimbangan elektrolit dan air, dapat diketahui banyaknya air dan elektrolit
dalam tubuh yang hilang dan dapat dikembalikan lagi dengan infus. Dapat pula
diberikan infus glukokortikoid dosis
tinggi.
6. Termasuk juga aneka ragam obat-obatan untuk
melawan senyawa-senyawa racun pada jamur Amanita phalloides, seperti
intravenous penicilin dan cephalosporin
Tips memilih dan
mengkonsumsi Jamur
1. Hanya mengkonsumsi jamur yang diketahui pasti dapat
dimakan.
2. Jangan pernah mencoba mengidentifikasi senidri
jamur yang tidak diketahui identitasnya untuk dimakan, hanya ahli mikologi yang
mengetahui cara identifikasi jamur tersebut.
3. Pilihlah jamur yang masih segar dan tidak
menujukkan adanya bagian yang terdekomposisi oleh ulat atau larva lainnya.
4. Mengkonsumsi jamur yang sudah dimasak
5. Jika ingin mengkonsumsi jamur yang belum pernah
mengkonsumsinya, cobalah sedikit untuk tahap awal, tunggu sampai 48 jam sebelum
mengkonsumsi lagi atau mengkonsumsi jamur jenis lainnya.
6. Bersihkan jamur liar yang tumbuh di halaman atau
kebun.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
Jamur Amanita phalloides merupakan jenis jamur beracun karena mengandung
senyawa-senyawa kimia berbahaya yang memiliki efek toksik terhadap kesehatan,
seperti phalloidin yang terikat kuat pada actin filament (F-actin) dan amanitin
yang terikat kuat pada enzim RNA polymerase II.
2.
Efek toksik senyawa-senyawa racun pada jamur Amanita phalloides terhadap
kesehatan yaitu dapat menimbulkan diare hebat setelah diawali dengan gejala
muntah dari penderita keracunan. Akibatnya tubuh banyak kehilangan air dan
elektrolit sehingga terjadi kegagalan sirkulasi. Diikuti adanya kerusakan hati
dan terjadi pula kegagalan ginjal akut yang dapat mematikan
3.
Cara pengobatan keracunan jamur Amanita phalloides diantaranya meliputi
pembilasan lambung, pemberian karbon aktif, hemoperfusi, hemodialisis,
pengaturan kesetimbangan air dan elektrolit (dapat pula diberikan infus glukokortikoid
dosis tinggi) akibat kehilangan air dan elektrolit dalam jumlah besar serta
pemberian intravenous penicilin dan cephalosporin derivatives.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L. H., 2004, Penyebab Makanan Beracun, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/09/cakrawala/utama01.htm 21 Desember 2012
Anonim.
2012. Struktur Amanitin. http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_DE_CB6458766.htm
6 Januari 2013
Anonim.
2013. Struktur Phalloidin. http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_DE_CB6458766.htm
. 6 Januari 2013
Anonim, 2007, Amanitin, http://en.wikipedia.org/wiki/Phalloidin 21 Desember 2012
Anonim, 2005, Cara Menghindari Kematian karena Makan Jamur
Liar, http://www.situshijau.co.id/app/tulisan.php?act=detail&id=507&id_kolom 21 Desember 2012
Anonim, 2000, Ciri-Ciri Umum Jamur, http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-pendamping/Praweda/Biologi/0024%20Bio%201-5a.htm 21 Desember 2012
Anonim, 2007, Kulat Beracun : Death Cap (Amanita
phalloides), http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/tugasan/s3_99/tan_poh.htm 21 Desember 2012
Anonim, 2007, Phalloidin, http://en.wikipedia.org/wiki/Phalloidin
21 Desember 2012
Anonim, 2001, Waspada Lebih Baik daripada Keracunan, http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2001/edisi6/files/ulas.htm 21 Desember 2012
Manik, M., 2003, Keracunan Makanan (Food Poisoning), Http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-murniati.pdf 21 Desember 2012
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi,
Bandung, ITB
Putra, E. D. L., 2003, Keracunan Bahan Organik dan Gas di
Lingkungan kerja dan Upaya Pencegahannya, Http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy.pdf 21 Desember 2012

Tidak ada komentar:
Posting Komentar