Minggu, 06 Januari 2013

racun dan cara penanggulangan si cantik Amanita phalloides


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Istilah keracunan makanan digunakan secara luas oleh masyarakat untuk semua penyakit yang diakibatkan oleh pemasukan makanan yang mengandung toksin. Dalam bahan makanan, suatu zat dapat dinyatakan sebagai racun (toksin) jika efek yang ditimbulkan dari zat tersebut dapat merusak sistem kerja metabolisme tubuh. Dari sekian banyak bahan makanan yang tersedia di alam, jamur merupakan salah satu bahan pangan yang berpotensi menimbulkan racun namun tidak jarang pula banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Jamur (fungi) adalah kelompok besar jasad hidup yang termasuk ke dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Struktur tubuhnya bervariasi mulai dari yang sederhana/uniseluler (contohnya khamir), sampai dengan bentuk lengkap/multiseluler (contohnya jamur kayu) dengan dinding sel dari selulosa atau khitin. Jamur memiliki inti (eukariot), berspora, namun tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil). Dewasa ini banyak masyarakat mengonsumsi jamur karena alih fungsinya sebagai bahan makanan alternatif pengganti daging. Selain karena memiliki cita rasa yang tinggi, orang mengonsumsi jamur juga karena pertimbangan kesehatan. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila jamur sering digunakan para vegetarian untuk menggantikan menu daging mereka. Jamur merang (Volvariella), jamur kuping (Auricularia), shitake (Lentinus), dan jamur tiram putih (Pleuterotus) merupakan jenis-jenis jamur pangan yang kini sering dikonsumsi oleh masyarakat. Di sisi lain, jamur dapat pula menjadi penyebab penyakit kerusakan pangan atau yang lebih dikenal dengan istilah keracunan.
Dalam beberapa dekade terakhir ini sering kita jumpai kasus keracunan makanan yang diakibatkan oleh jamur beracun. Jamur beracun merupakan golongan jamur dengan kandungan senyawa-senyawa kimia berbahaya yang berpotensi menimbulkan efek toksik bagi kesehatan. Pada kenyataannya sangat sukar untuk membedakan jenis jamur beracun (membahayakan) dan tidak. Meskipun demikian, ada beberapa ketentuan yang sejauh ini dapat dijadikan pegangan untuk menentukan jenis jamur beracun atau tidak. Umumnya jenis jamur beracun mempunyai ciri-ciri seperti memiliki warna yang agak mencolok misalnya merah darah, hitam, cokelat, hijau tua, biru tua dan sejenisnya (perkecualian untuk jamur kuping dengan payung berwarna coklat yang dapat dimakan); memiliki cincin atau cawan pada tangkainya dengan bentuk seperti payung putih kekuningan, misalnya jenis Amanita muscaria (perkecualian untuk jamur merang, walaupun memiliki cincin namun tetap bisa dimakan); jamur beracun tumbuh pada tempat yang kotor (misalnya tempat pembuangan sampah dan pada kotoran hewan), serta memiliki bau busuk karena mengandung senyawa sulfida atau sianida sehingga jarang dihinggapi serangga atau binatang kecil lainnya. Jika jenis jamur ini dilekatkan pada benda yang terbuat dari perak asli maka pada permukaan benda tersebut akan timbul warna hitam (karena sulfida) atau kebiruan (karena sianida). Selain itu, jenis jamur beracun jika dimasak atau dipepes bersama nasi putih maka nasi tersebut akan berubah warna menjadi coklat, kuning, merah, atau hitam.
Ada banyak jenis-jenis jamur beracun, diantaranya Amanita phalloides, Virosa dan Verna; Gyromitra (Helvella) esculenta; Boletus satanas, Russula emetica, Lactarius torminosus (jamur setan/giftreizker); jenis Inocybe; Amanita muscaria, dan Amanita pantherina (jamur lalat dan jamur macan tutul) (Anonim, 2007).
Dari sekian banyaknya jenis jamur beracun, jamur Amanita phalloides merupakan spesies jamur beracun paling berbahaya karena dapat menyebabkan kematian apabila dikonsumsi oleh masyarakat. Jamur ini mengandung amanitin (amatoksin) dan phalloidin (falotoksin) sebagai senyawa-senyawa kimia berbahaya yang dapat menimbulkan efek toksik bagi kesehatan. Karena itu dengan mengenal aspek biologis jamur beracun ini lebih jauh seperti mengetahui ciri, kandungan senyawa racun, serta efek toksik yang ditimbulkan, maka pencegahan dan pengobatan akibat keracunan jamur Amanita phalloides dapat dilakukan sedini mungkin.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apakah jamur Amanita phalloides?
b.      Bagaimanakah efek senyawa racun pada jamur Amanita phalloides?
c.       Bagaimanakah cara penanggulangan keracunan jamur Amanita phalloides?
1.3  Tujuan
a.       Mengetahui jamur Amanita phalloides
b.      Untuk mengetahui efek senyawa racun pada jamur Amanita phalloides
c.       Untuk mengetahui cara penanggulangan keracunan jamur Amanita phalloides










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jamur Amanita phalloides
Menurut Gandjar,et al., (2006), jamur atau fungi adalah sel eukariotik tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzym-enzym ekstraselular ke lingkungan melalui spora, melakukan reproduksi seksual dan aseksual. Fungi makroskopik yang memiliki tubuh buah besar, dikenal sebagai makrofungi. Penemuan mikroskop telah mengungkap lebih banyak dari bagian-bagian yang semula tidak terlihat sama sekali, akan tetapi merupakan bagian penting dari makrofungi tersebut.
Jamur Amanita phalloides dikenal pula sebagai payung maut (Death Cap). Dari sekian banyaknya jenis jamur beracun, Amanita phalloides merupakan spesies jamur paling berbahaya karena kematian biasanya terjadi setelah mengonsumsi jamur ini. Masyarakat awam sering sering mengira jamur ini dengan champignon (jamur agaricus). Secara morfologi, jamur Amanita phalloides termasuk organisme heterotrof karena tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil) untuk melakukan proses fotosintesis. Tubuh buah seperti payung dengan tudung berwarna merah, coklat muda, coklat tua sampai kuning dengan bintik-bintik putih. Dapat hidup sebagai saprofit atau parasit. Menurut Ainsworth (1973), jamur beracun ini dicirikan sebagai tumbuhan talus dengan struktur tubuh uniseluler atau berfilamen, bersifat amotil (dengan pengaliran sitoplasma melalui miselium), dinding sel mengandung kitin dan selulosa, serta memiliki inti sel (eukariot). Pada umumnya dapat berkembang biak secara seksual (generatif) maupun aseksual (vegetatif). Cara reproduksi jamur Amanita phalloides secara aseksual akan menghasilkan spora dengan sporokarpa makroskopik maupun mikroskopik. Habitatnya tumbuh liar di hutan, tegalan, pekarangan, serta dapat ditemukan pula di antara jatuhan daun atau pada tanah humus.
Terdapat jaringan yang mirip insang pada hymeniumnya, payung membentuk flat atau convex tipe bercincin dan ber volva, spora berwarna putih, biasanya payung berwarna coklat, spesies ini kini diketahui mengandung dua kelompok utama racun, baik multicyclic (berbentuk cincin) peptida, jamur menyebar ke seluruh jaringan:yang amatoxins dan phallotoxins.. Toksin lain adalah phallolysin, yang telah menunjukkan beberapa hemolitik (sel darah merah-menghancurkan) aktivitas in vitro.
Klasifikasi Jamur Amanita phalloides:
Kingdom         :Fungi
Division           :Basidiomycota
Class                :Agaricomycetes
Subclass          :Agaricomycetidae
Order               :Agaricales
Family             :Amanitaceae
Genus              :Amanita
Species            :A.Phalloides
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKGdXQCLfWKYzaCTChgjUVHEQ3H5BUkNg3Y-IEDvhMkxZxc8UlwMIVzRKQD88k38nky1TDIpmDIfmnKLE6wiXD40DMpGCIsmlCkQaNv_e5ToRvpKTfHa26L4bV4u4mfWLS3GawSoOMJGI/s320/Amanita-phalloides-pic.jpg
Gb. A. Phalloides (Anonim, 2012)


2.2 Senyawa Racun Jamur Amanita phalloides
Karena efek toksiknya yang sangat berbahaya, maka sejak abad ke-19 para ahli kimia telah melakukan penelitian terhadap kandungan senyawa kimia pada jamur Amanita phalloides yang berpotensi sebagai racun. Pada tahun 1891, R. Kobert menemukan senyawa kimia yang beliau namakan phallin. Walaupun bersifat haemolitik namun senyawa kimia ini tidak memiliki efek toksik. Kemudian Lynen, F. dan U. Wieland (1938) menemukan phalloidin sebagai racun utama pada jamur Amanita phalloides. Dan pada tahun 1941, amanitin ditemukan oleh Wieland, H dan R. Hallermayer sebagai senyawa berikutnya yang bersifat sebagai racun.
Phalloidin merupakan salah satu kelompok racun death cap (Amanita phalloides) yang sering dikenal pula sebagai phallotoxin. Berupa rantai bisiklik heptapeptide dan terikat secara khusus pada interfase subunit F-actin. Oleh sebab itu, ikatan phalloidin lebih kuat pada actin filament (F-actin) daripada pada actin monomer. Secara stokiometrik, phalloidin bereaksi dengan actin dan berfungsi menstabilkan polimer-polimer actin (khususnya struktur F-actin). Ikatan polimerisasi pada struktur actin filament (F-actin) distabilkan dengan cara mengurangi tingkat konstan untuk peruraian subunit actin monomer.
            Seperti halnya phalloidin, amanitin merupakan jenis racun yang paling mematikan dari semua amatoxin. Racun ini ditemukan di dalam beberapa anggota jenis jamur Amanita, salah satunya adalah Death cap (Amanita phalloides) sebagaimana disebut malaikat penghancur. Amanitin ditemukan pula dalam jamur Galerina autumnalis dan Conocybe filaris. LD amanitin sekitar 0.1 mg/kg. Amanitin berupa siklik nonribosomal peptide dari delapan amino acids dan terikat kuat pada enzim RNA polymerase II (Anonim, 2007).




BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Jamur Amanita phalloides
Amanita phalloides umumnya dikenal sebagai tutup kematian, adalah jamur beracun yang mematikan basidiomycete, salah satu dari banyak di Amanita genus. Tersebar luas di Eropa, A. phalloides membentuk ectomycorrhizas dengan pohon-pohon broadleaved berbagai. Dalam beberapa kasus, topi kematian telah diperkenalkan ke daerah baru dengan budidaya non-pribumi spesies oak, kastanye, dan pinus. Para tubuh buah besar (jamur) muncul di musim panas dan musim gugur, topi umumnya kehijauan, dengan stipe putih dan insang.
Kebetulan, jamur ini beracun menyerupai spesies yang dapat dimakan beberapa (terutama jamur caesar dan jamur jerami) yang biasa dikonsumsi oleh manusia, meningkatkan risiko terjadinya keracunan. A. phalloides merupakan salah satu yang paling beracun dari semua jamur payung dikenal. Ia telah terlibat dalam sebagian besar kematian manusia dari keracunan jamur, [1] mungkin termasuk kematian Kaisar Romawi Claudius dan Kaisar Romawi Suci Charles VI. Ini telah menjadi subyek banyak penelitian, dan banyak dari agen biologis aktif telah diisolasi. Konstituen beracun utama adalah α-amanitin, yang merusak hati dan ginjal, sering fatal.
3.2 Efek Senyawa Racun Jamur Amanita phalloides
3.2.1. Mekanisme Kerja racun
Phalloidin (Falotoksin) merupakan heptapeptida yang termostabil. Phalloidin bekerja hepatotoksik kuat jika digunakan secara parenteral. Di dalam sel, fungsi phalloidin berbeda-beda tergantung konsentrasinya dalam sel. Menurut Wehland, pada konsentrasi yang lebih besar phalloidin akan mengurangi kontraksi sel. Sedangkan pada konsentrasi rendah, phalloidin menerima sedikit bentuk-bentuk polymerized cytoplasmic actin seperti bentuk filamen. Secara umum, phalloidin bekerja menstabilkan actin filament (F-actin) melalui pencegahan depolimerisasi filamen dan mencegah aktivitas ATP hydrolysis dari F-actin.
Phalloidin tidak menyerap sel-sel membran, membuatnya menjadi kurang efektif dalam eksperimen dengan sel-sel yang hidup. Sel-sel yang berikatan dengan racun ini secara bertahap akan mati. Namun sehubungan dengan membran plasma mereka, sel-sel yang dipengaruhi oleh toksin phalloidin akan memiliki tingkat actin yang lebih besar. Seperti halnya microinjection phalloidin kedalam sel-sel hidup akan mengubah penyaluran actin seperti pada sel-sel yang telah mati.
Amanitin (Amatoksin) merupakan oktapeptida yang juga termostabil. Mekanisme kerja dari amanitin yaitu dengan menghambat RNA-polimerase yang tergantung pada DNA. Akibatnya sintesis asam nukleat di inti sel serta sintesis protein akan ikut terhambat pula. Kerusakan terbesar akibat toksin ini terjadi pada organ hati dan ginjal. Selain mekanismenya menghambat RNA polymerase II, amanitin juga bisa digunakan sebagai penentu tipe RNA polymerase. Hal ini dilakukan melalui tes sesnsitivitas pada polimerase dengan ketentuan sebagai berikut: amanitin. RNA polimerase I tidak sensitif, amanitin RNA polimerase II sangat sensitif, dan amanitin.RNA sedikit sensitif (Anonim, 2007).
3.3 Gejala dan Efek Keracunan Jamur Amanita phalloides
A. Studi Toksisitas Phalloidin:
Gejala akibat keracunan phalloidin baru akan terjadi setelah periode laten yang cukup lama yaitu sekitar 8-24 jam. Muntahnya penderita keracunan menandakan jika gejala baru terjadi. Setelah itu diikuti terjadinya gangguan pada saluran pencernaan. Yang bersangkutan akan merasa sangat sakit dan terjadi diare hebat. Akibatnya akan banyak air dan elektrolit yang hilang dalam tubuh sehingga akan terjadi kegagalan sirkulasi.
Efek toksik dari racun ini yaitu terjadi kerusakan pada organ ginjal dan hati. Kerusakan ginjal menyebabkan berkurangnya produksi air kemih atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan kerusakan hati mengakibatkan sakit kuning yang biasanya muncul dalam kurun waktu 2-3 hari. Kadang-kadang gejala akan hilang dengan sendirinya, tetapi hampir 50% penderita akan meninggal dalam 5-8 hari.
Gb. Phalloidin (
Keracunan yang disebabkan amatoxins memiliki karakteristik dengan periode laten yang panjang 6 – 24 jam dimana selama itu korban tidak menunjukkan tanda-tanda keracunan. Gejala keracunan terdiri dari empat fase:
a. Fase laten/tidak menunjukkan gejala (<24 12="12" biasanya="biasanya" dan="dan" jam="jam" o:p="o:p">
setelah tertelan)
b. Fase gastrointestinal (6 – 24 jam setelah tertelan) : rasa nyeri perut,
muntah, diare yang berair, hypovolemia, gangguan elektrolit, gangguan
asam basa, penurunan masa protrombin.
c. Period of well-being (24 – 48 jam setelah tertelan) : fungsi hati dan ginjal
menurun.
d. Fase hepatik (3 – 5 hari setelah tertelan) : peningkatan LFT/Liver Function Test (gangguan fungsi hati), gagal hati akut dan ginjal akut.
B. Studi Toksisitas Amanitin:
Diare dan kejang merupakan gejala-gejala pertama akibat keracunan amanitin. Penundaan pengobatan terhadap gejala-gejala ini akan membuatnya lebih sulit untuk didiagnosa yang nantinya dapat berakibat fatal.
Beberapa efek toksik (dampak) dari racun ini akan terlihat dalam kurun waktu 10 jam. Hal ini merupakan hal yang biasa untuk beberapa dampak yang akan terjadi dalam kurun waktu 24 jam setelah berada dalam proses pencernaan. Setelah itu, perut akan terasa terpompa dan timbul rasa sakit yang luar biasa. Pada hari keempat dan kelima, amanitin akan mulai memperlihatkan dampak yang parah pada hati dan ginjal, yang mengarah pada rusaknya sistem total kedua organ tubuh ini. Racun ini secara efektif dapat menyebabkan cytolysis hepatocytes (sel-sel hati). Biasanya orang-orang yang terkena racun ini akan mati dalam waktu sekitar seminggu dari saat proses pencernaannya. Studi lain menyatakan sekitar 15% dari yang terkena racun ini akan mati dalam waktu 10 hari melewati tahap keadaan tak sadarkan diri sampai ke keadaan gagal ginjal, gagal hati, koma hepatic, gagal saluran pernafasan dan mati. Orang-orang yang sembuh akan memiliki resiko kerusakan hati yang permanen (Anonim, 2007).
Gb. α-amanitin (Anonim, 2012)
3.1.3 Cara Pengobatan Keracunan Jamur Amanita phalloides
Secara umum, cara pengobatan pada kasus keracunan jamur Amanita phalloides meliputi:
1.      Pengosongan lambung
Karena sisa-sisa racun jamur akan ada dalam lambung dalam jangka waktu yang cukup lama, maka pasien dianjurkan pula untuk melakukan pengosongan lambung dengan cara pembilasan atau memuntahkan isi lambung sehingga racun yang masuk ke dalam organisme dapat dihilangkan.
2.      Pemberian karbon aktif
Setelah pembilasan lambung, lebih baik diberikan adsorbensia dan laksansia garam jika diduga sebagian racun sudah masuk ke usus. Biasanya pemberian adsorbensia, terutama karbon aktif, akan lebih baik dan tidak terlalu berbahaya.
3.      Hemoperfusi untuk melakukan detoksifikasi
Pada hemopermusi, darah dilewatkan melalui adsorbensia yang dirancang khusus seperti harsa polistiren dan arang.
4.      Hemodialisis pada kegagalan ginjal aku
Pada sisitem ini, ginjal buatan mendialisis darah di luar tubuh pada membran yang amat luas permukaannya yang dibilas dengan cairan dialisis.
5.      Pengaturan kesetimbangan air dan elektrolit
Dengan kontrol secara terus menerus pada kesetimbangan elektrolit dan air, dapat diketahui banyaknya air dan elektrolit dalam tubuh yang hilang dan dapat dikembalikan lagi dengan infus. Dapat pula diberikan infus glukokortikoid dosis  tinggi.
6.      Termasuk juga aneka ragam obat-obatan untuk melawan senyawa-senyawa racun pada jamur Amanita phalloides, seperti intravenous penicilin dan cephalosporin

Tips memilih dan mengkonsumsi Jamur
1. Hanya mengkonsumsi jamur yang diketahui pasti dapat dimakan.
2. Jangan pernah mencoba mengidentifikasi senidri jamur yang tidak diketahui identitasnya untuk dimakan, hanya ahli mikologi yang mengetahui cara identifikasi jamur tersebut.
3. Pilihlah jamur yang masih segar dan tidak menujukkan adanya bagian yang terdekomposisi oleh ulat atau larva lainnya.
4. Mengkonsumsi jamur yang sudah dimasak
5. Jika ingin mengkonsumsi jamur yang belum pernah mengkonsumsinya, cobalah sedikit untuk tahap awal, tunggu sampai 48 jam sebelum mengkonsumsi lagi atau mengkonsumsi jamur jenis lainnya.
6. Bersihkan jamur liar yang tumbuh di halaman atau kebun.



BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
1. Jamur Amanita phalloides merupakan jenis jamur beracun karena mengandung senyawa-senyawa kimia berbahaya yang memiliki efek toksik terhadap kesehatan, seperti phalloidin yang terikat kuat pada actin filament (F-actin) dan amanitin yang terikat kuat pada enzim RNA polymerase II.
2. Efek toksik senyawa-senyawa racun pada jamur Amanita phalloides terhadap kesehatan yaitu dapat menimbulkan diare hebat setelah diawali dengan gejala muntah dari penderita keracunan. Akibatnya tubuh banyak kehilangan air dan elektrolit sehingga terjadi kegagalan sirkulasi. Diikuti adanya kerusakan hati dan terjadi pula kegagalan ginjal akut yang dapat mematikan
3. Cara pengobatan keracunan jamur Amanita phalloides diantaranya meliputi pembilasan lambung, pemberian karbon aktif, hemoperfusi, hemodialisis, pengaturan kesetimbangan air dan elektrolit (dapat pula diberikan infus glukokortikoid dosis tinggi) akibat kehilangan air dan elektrolit dalam jumlah besar serta pemberian intravenous penicilin dan cephalosporin derivatives.


















DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L. H., 2004, Penyebab Makanan Beracun, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/09/cakrawala/utama01.htm  21 Desember 2012
Anonim. 2012. Struktur Amanitin. http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_DE_CB6458766.htm 6 Januari 2013
Anonim. 2013. Struktur Phalloidin. http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_DE_CB6458766.htm . 6 Januari 2013
Anonim, 2007, Amanitin, http://en.wikipedia.org/wiki/Phalloidin  21 Desember 2012
Anonim, 2005, Cara Menghindari Kematian karena Makan Jamur Liar, http://www.situshijau.co.id/app/tulisan.php?act=detail&id=507&id_kolom  21 Desember 2012
Anonim, 2007, Kulat Beracun : Death Cap (Amanita phalloides), http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/tugasan/s3_99/tan_poh.htm  21 Desember 2012
Anonim, 2007, Phalloidin, http://en.wikipedia.org/wiki/Phalloidin 21 Desember 2012
Anonim, 2001, Waspada Lebih Baik daripada Keracunan, http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2001/edisi6/files/ulas.htm 21 Desember 2012
Manik, M., 2003, Keracunan Makanan (Food Poisoning), Http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-murniati.pdf  21 Desember 2012
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, Bandung, ITB
Putra, E. D. L., 2003, Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan kerja dan Upaya Pencegahannya, Http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy.pdf  21 Desember 2012

Tidak ada komentar: